Prof. Dr KH Achmad Satori Ismail
Golput adalah
singkatan dari golongan putih. Dalam pemilu atau pilkada Golput sering
dimaksudkan sekelompok orang-orang yang tidak mau ikut serta memberikan
suara untuk suatu partai tertentu atau memilih calon DPD, DPR, calon gubernur atau presiden.
Mereka tidak mau ikut serta dalam hiruk pikuk pemilu atau pilkada dan
kalaupun ikut memberikan suara maka semua gambar yang ada dalam kertas
pemilu atau pilkada ditusuk semuanya sehingga tidak sah dan membuang
suara percuma. Jadi, biasanya ciri gerakan ini adalah mereka sama sekali
tidak mencoblos gambar partai manapun atau memang sama sekali tidak
menggunakan hak pilihnya (tidak datang sama sekali ke TPS). Berbagai
macam alasan yang mereka lontarkan sehingga tidak mau ikut serta dalam
pemilu atau pilkada antara lain:
Pertama, sistem
pemilu atau pilkada, menurut sebagian mereka adalah sistem jahiliyah
yang tidak boleh kita ikuti. sebab bila kita ikuti berarti kita setuju
dengan sistem jahiliyah, ikut masuk kedalamnya dan bahkan memperkuat
sistem jahiliyah tersebut. Alasan ini sering diajukan oleh kelompok
ekstrim yang merasa benar sendiri dan orang yang tidak ikut bersama
mereka dianggap telah keluar dari Islam. Alasan mereka ini perlu kita timbang dengan berbagai pendapat sekitar kewajiban untuk berpartai dan memberikan suara dalam pemilu atau pilkada.
Kedua, sebagian
lain menganggap bahwa semua partai yang ikut dalam pemilu atau pilkada
tidak ideal dan tidak ada yang bisa dipercaya untuk menyampaikan
aspirasinya. Alasan ini seringkali muncul dari orang-orang yang mungkin
sudah pernah putus asa dalam perjuangan lewat partai atau orang yang
merasa kepentingan diri dan kelompoknya tidak tersalurkan lewat partai
peserta pemilu atau pilkada.
Ketiga, sebagian
lainnya menganggap pemilu atau pilkada hanyalah pemborosan. Sebab, sejak
zaman pemerintahan Sukarno sampai sekarang tidak menambah kesejahteraan
rakyat. Para politisi yang menjadi anggota legislatif atau para pejabat
pemerintah yang memegang kekuasaan, setelah menduduki kursi jabatan di
parlemen atau di eksekutif, mayoritas mereka hanyalah memikirkan kontong
dan kepentingan diri dan kelompoknya saja, tidak memperjuangkan
aspirasi rakyat setulus-tulusnya dan semampu mereka. Sebagian konstituen
sudah merasa muak dengan prilaku para politisi yang kerjanya cuma
memikirkan dirinya dan kelompoknya. Pemilu atau pilkada menurut mereka
hanyalah sebuah konotasi plesetan : “Pembuat PiLu” hati rakyat.
Alasan kedua dan ketiga merupakan alasan orang-orang yang sudah putus asa dalam mengusahakan
dan memperbaiki masyarakat lewat politik; dalam hal ini lewat pemilu
atau pilkada. Atau bisa jadi merupakan alasan orang-orang yang
kepentingannya tidak bisa diakomodasi oleh salah satu partai peserta
pemilu atau pilkada.
Dari tiga alasan diatas,
masih banyak alasan-alasan lain yang membuat orang tidak mau ikut
memberikan suaranya dalam pemilu atau pilkada. Sebagian orang telah
membangkitkan gerakan Golput ini, didasarkan pada suatu analisa bahwa
sistem yang ada hanyalah sistem untuk menopang kekuasaan yang ada,
sistem yang sengaja dikloning oleh penguasa untuk melanggengkan tirani
mereka. Namun, alasan-alasan lain itu akan bisa ditimbang dengan
berbagai alasan yang mengharuskan kita untuk tidak Golput baik dalam
pemilihan anggota legislatif ataupun pemilihan DPD apalagi dalam
pemilihan gubernur atau presiden. Bahkan, kita harus proaktif dalam
mengajak Umat agar memilih caleg partai yang
memihak kepada ideologi dan kepentingannya sebagai muslim dan sebagai
warga negara Indonesia. Apalagi dalam pemilihan gubernur DKI yang sangat menentukan perjalananpenduduk Ibukota ke depan.
HUKUM GOLPUT
Untuk memberikan persepsi
yang ideal yang mengantarkan sebuah pemahaman akan boleh atau tidaknya
melakukan Golput, barangkali kita perlu mengkaji beberapa hal di bawah
ini, antara lain:
Pertama, kondisi umat manusia dewasa ini yang sudah rusak, dan kejahatan juga sudah
tersebar di seluruh jaringan sel kehidupan masyarakat. Kondisi ini
sangat membutuhkan sebuah solusi agar dapat dihindarkan dari jurang
kehancuran dan kembali kepada jalan yang benar. Agar mendapatkan
kebahagiaan dan kesejahteraan di dunia dan akhirat. Jika mau membaca
dengan cermat, krisis multidimensional yang menimpa bangsa ini
disebabkan tidak tegaknya amar ma’ruf dan nahi munkar. Maka menegakkan
kewajiban amar ma’ruf dan nahi munkar di bumi pertiwi Indonesia adalah
solusi yang akan dapat menyelesaikan persoalan-persoalan di atas.
Kedua, oleh
karena orang-orang yang menghembuskan kejahatan dan menebarkannya telah
menggunakan berbagai cara dan sarana dan mereka bekerja secara
terprogram dan tersetruktur rapih, maka kita diharuskan untuk bekerja
sama dalam membentengi umat ini dari akibat negatif yang ingin
ditimpakan kepada umat dan bangsa ini. Kita wajib bekerjasama dalam
berdakwah, berjamaah dan berharokah. Bila kita tidak bahu membahu
melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar, maka muncul malapetaka di atas
muka bumi ini. Allah berfirman:
وَٱلَّذِينَ كَفَرُواْ بَعۡضُہُمۡ أَوۡلِيَآءُ بَعۡضٍۚ إِلَّا تَفۡعَلُوهُ تَكُن فِتۡنَةٌ۬ فِى ٱلۡأَرۡضِ وَفَسَادٌ۬ ڪَبِيرٌ۬
Artinya: “Adapun
orang-orang yang kafir, sebagian mereka menjadi pelindung bagi sebagian
yang lain. Jika kamu (hai para muslimin) tidak melaksanakan apa yang
telah diperintahkan Allah itu, niscaya akan terjadi kekacauan di muka
bumi dan kerusakan yang besar”. (Al-Anfaal: 73).
Ketiga, oleh
karena orang-orang yang ingin merusak bangsa kita ini menggunakan sarana
politik, ekonomi, budaya dan lainnya bahkan mungkin membonceng kekuatan
politik tertentu atau pemerintahan tertentu, maka kita diharuskan untuk
berpolitik agar kita jangan sampai digusur dari arena perjuangan
politik oleh mereka.
Empat, sistem
pemerintahan di Indonesia adalah sistem demokrasi yang mana suara rakyat
diwakili oleh wakil-wakilnya di DPR. Maka suara umat Islam akan
tersalurkan bila wakil-wakil umat Islam banyak menduduki kursi DPR. Kita
wajib ikut pemilu atau pilkada agar kursi umat Islam semakin banyak dan pemerintahan dipegang oleh orang yang mengerti agama, amanah dan jujur. Wallahu a’lam