Headlines News :

Home » , , , » Sebuah Kisah Nyata: Ada Pesantren di Rutan Kejagung

Sebuah Kisah Nyata: Ada Pesantren di Rutan Kejagung

Posted By IKADI Minas on Rabu, 19 Desember 2012 | 10.22

Foto: Ari Saputra

 

Jakarta - Kukuh Kertasafari, sempat menikmati hari-hari di Rutan Kejagung. Dia disangkakan Kejagung atas pidana kasus dugaan korupsi Chevron. Pra peradilan yang dilakukan Kukuh di Pengadilan Negeri Jaksel membebaskan dia.

Namun, selama 68 hari dia sempat merasakan dinginnya penjara. Kukuh tetap yakin, dirinya tak bersalah, walau Kejagung akhirnya mendorong kasus dia ke persidangan. Dorongan yang terkesan terpaksa karena mendadak dilakukan beberapa hari setelah gugatan pra peradilan Kukuh dikabulkan hakim.

Berikut kesaksian Kukuh kala menjalani hari di Rutan Kejagung seperti yang disampaikannya dalam surat elektronik kepada detikcom, Rabu (19/12/2012).

Di suatu hari selepas makan siang, kami sedang mengobrol sesama penghuni rutan sambil makan mangga yang dibawa pengunjung pagi. Tiba-tiba terdengar seseorang membuka pintu dan sedikit berteriak. "Ustadz, ada tamu," kata seorang petugas keamanan dalam (kamdal) yang berkumis tebal sambil menoleh dan berjalan ke arah kami.

Penghuni baru yang masuk malam sebelumnya dan duduk di sebelah saya, sambil agak keheranan, berkata, "Wah, ada juga ustadz yang dimasukan ke rutan ini, ya?" Penghuni lainnya menimpali sambil menunjuk ke arah saya, "Itu yang duduk sebelah Bapak,".

Sejak subuh pertama di rutan, saya dan teman-teman muslim penghuni rutan mengadakan sholat berjamaah di satu kamar kosong yang beberapa hari kemudian kita jadikan mushalla. Menurut office boy (OB) dulunya ada ruangan yang dijadikan mushalla tapi sudah lama gak ada lagi semenjak pernah ramai penghuninya.

Seizin teman-teman, saya namakan mushalla Al-Fatah, untuk mengobati kerinduan saya ke masjid yang saya urus kegiatannya dan hampir tiap hari saya hadiri untuk sholat berjamaah dengan masyarakat Minas. Alhamdulillah hampir tiap waktu sholat, kami lakukan secara berjamaah. Para penghuni yang non muslim sangat toleran dan menghargai waktu-waktu sholat ini.

Bahkan kalau pun mereka sedang bermain kerambol, begitu terdengar adzan berkumandang dari masjid yang nempel ke rutan ini, mereka menghentikan permainannya untuk memberikan kesempatan kepada kami beribadah dengan tertib dan tenang. Terkadang mereka nitip untuk minta dido’akan juga. Begitupun saudara-saudara kami yang non muslim, mereka dapat menjalankan ibadahnya dengan lancar baik itu misa tiap sabtu maupun do'a harian di kamarnya atau yang terkadang mereka lakukan bersama.

Selain melaksanakan sholat fardhu berjamaah, kami mengadakan program baca Quran bergantian setiap selesai sholat subuh dan sholat magrib. Pada saat seorang membaca maka yang lainnya menyimak dan membetulkan bacaannya jika perlu. Terus bergantian. Setiap orang membaca satu halaman. Sekali-sekali saya jelaskan tata cara baca Quran di whiteboard yang sengaja kami sediakan. Alhamdulillah karena konsisten tiap hari, dalam dua bulan sudah sampai juz 26. Yang tadinya membaca terbata-bata menjadi lancar.

"Pak Ustadz, hampir 23 tahun saya gak baca Quran, hampir lupa cara bacanya. Alhamdulillah sekarang bisa lancar," kata salah seorang penghuni kegirangan. Setelah tadarus al-Quran, kami lanjutkan baca terjemahan ayat tertentu, bedah buku ataupun sharing diskusi cerita Rosululloh SAW.

Keseharian suasana di rutan pun terlihat seperti kehidupan para santri. Sering terlihat berpakaian sarung dengan baju koko dan topinya. Tiap hari bersedia bangun atau dibangunkan jam 3:30 pagi agar masih bias sholat tahajud sebelum subuh. Bacaan Quran sering terdengar sayup-sayup dari kamar-kamar baik pagi, siang maupun malam.

Sesekali di meja makan atau sambil mengayuh sepeda statis diselingi diskusi akhlak dan pengetahuan agama di luar waktu belajar subuh dan magrib. Terasa indah saling memperhatikan, saling mengingatkan dan saling menjaga agar selalu dalam kebaikan di setiap waktu kehidupan.

"Cep Daeng, minumnya pakai tangan kanan. Kan kata pak ustadz, biar seperti kebiasaan Rosululloh," tegur seorang penghuni yang lagi sekolah PhD.

Yang ditegur, yang suka masak untuk sahur, dengan senyum ramah mengucapkan,"Oh iya, terima kasih, Kang," sambil memindahkan minumnya ke tangan kanan. Setiap senin dan kamis juga di hari-hari sunnat berpuasa, kami lakukan bersama.

Serunya saat persiapan berbuka semua orang terlibat baik muslim maupun non muslim. Biasanya berbuka dengan kurma, bubur kacang dan minum teh yang dibuat oleh seorang wakil presiden perusahaan. Terlihat semua antusias mengikuti program harian yang kita buat bersama ini. Pertanyaan dan diskusi hangat saat membahas pelajaran agama dan kehidupan menambah keakraban layaknya sekeluarga. Apalagi kalau sedang membahas romantisme keluarga Rosulloh dan pahala surga bagi orang-orang sholeh.

Berlomba-lomba dalam kebaikan, fastabiqul khairot, di tempat sangat terbatas pun ternyata bisa kami lakukan. Ada yang sudah beberapa kali khatam Quran, memperbanyak hafalan Quran, memperbanyak sholat sunnat malam dan dhuha, membaca buku-buku yang dikirim pengunjung, bahkan ada yang menyediakan kotak infak di kamarnya agar setiap hari masih bisa berinfak. Kebiasaan menjaga wudhu bukan hanya untuk sholat dan mengaji saja tapi juga sebagai keseharian bahkan menjelang tidur. Bila adzan berkumandang saat ada kunjungan tamu, kami pun minta izin untuk sholat dulu dan mempersilahkan tamu jika ingin sholat di masjid sebelah rutan di luar.

Untuk sholat Jumat, kami hanya bisa mengikutinya di ruang tamu bersama para petugas keamanan. Ruang tersebut diubah menjadi ruang sholat dengan cara merapikan kursi meja dan menggelar sajadah dari mushalla. Shaf sholatnya menyambung dari luar jendela karena biasanya jemaah sholat di masjid Baitul 'Adli Kejakgung ini membludak sampai shaf sholatnya di halaman masjid dan parkiran. Kami bisa mengikutinya dan menyimak apa yang disampaikan khatib karena suaranya sangat nyaring terdengar.

Kegiatan bersama-sama para santri rutan ini bukan hanya dalam ibadah dan makan, tapi kegiatan gotong royong membersihkan kamar dan ruangan rutan pun hampir tiap dua-tiga minggu. Kegiatan ini selain mempererat persaudaraan juga menyehatkan. Tidak ada yang stres. Tidak ada yang banyak mengeluhkan takdir ini.

Seorang OB bilang ke saya, "Semenjak ada Pak Kukuh dan teman-teman di sini, semua pada akrab, tidak ada yang sakit-sakitan, teriak-teriak atau marah-marah." Semua hanyut dalam kegiatan harian untuk memperbaiki diri dan tentu saja dalam kekhusyuan ibadah termasuk do'a untuk mendapatkan rahmat dan hidayah Tuhan Yang Maha Adil terhadap upaya hukum bersama penasihat hukumnya.

Saya pun teringat ketika mendapat tugas kerja dan tinggal beberapa bulan di Midland, Texas, saya berkesempatan mengadakan perjalanan sekitar 5 jam ke Albuquerque, New Mexico. Di akhir pekan itu, sepulang main ski dengan keluarga, saya berjumpa teman-teman muslim lokal di sebuah masjid. Ternyata mereka para juru dakwah untuk muslim di penjara. Persabatan pun berlanjut meski melalui dunia maya. Namun waktu itu saya belum sempat ikut mereka berdakwah.

Bagi saya mengajar Quran ini mengingatkan pengalaman saya ketika kuliah di Bandung. Waktu itu metoda baca Iqro baru berkembang. Teman-teman saya banyak aktif di Masjid Salman ITB tapi saya lebih memilih mengajar anak-anak tetangga rumah kost setiap sore untuk belajar Quran di masjid al-Arief, dua rumah dari tempat kost saya di daerah Kebon Bibit Balubur.

Hari demi hari peserta semakin banyak sampai sekitar seratusan anak bahkan ibu-ibunya baik muda maupun manula ikutan juga. Masjid yang tadinya sepi, hanya dipakai sholat saja, menjadi ramai dengan berbagai kegiatan dakwah dan pendidikan. Bahkan kami bisa buka suatu usaha membuka lapangan kerja bagi beberapa anak lulusan SMA yang belum punya pekerjan tetap. Usaha kami ini bisa membiayai dana kegiatan masjid. Dengan dukungan warga saya pun diangkat ketua masjid bahkan saya pun tinggal di masjid. Alhamdulillah belasan mahasiswa yang kost di sana ikut mengajar juga termasuk seorang mahasiswi perguruan tinggi di Tamansari bawah yang menjadi istri saya sekarang.

Pengalaman di Bandung ini, saya terapkan juga tatkala saya pertama masuk Chevron tahun 1999 dan ditempatkan di Minas, Riau. Aktif menjadi jemaah dan pengurus di Masjid Al-Fatah tidak canggung bagi saya. Langsung memegang peran terutama untuk dakwah dan pendidikan. Beberapa tahun kemudiaan saya dan pengurus lainnya dapat mengembangkan kantin masjid dan kegiatan penghimpunan zakat karyawan Chevron. Alhamdulillah dana zakat yang terkumpul dan dana santunan anak yatim dari jemaah dapat membantu dan membina lebih dari 100 keluarga dhuafa bersama sekitar 150 anak yatim.

Insya Allah kami pun sekarang sedang mempersiapkancpembangunan SMP Plus bagi masyarakat Minas. Saya sempat sudah mengundurkan diri sebagai pimpinan masjid awal Maret 2012, namun karena kepindahan kerja saya ke Houston AS ditunda, maka saya masih bertahan di pengurusan masjid ini. Selain sholat berjamaah, diskusi rencana dan pelaksanaan kegiatan masjid menjadi kegiatan harian saya termasuk memonitor pembinaan santri hafalan Quran di Rumah Tahfizh Al-Fatah.

Mudah-mudahan kegiatan swakelola di rutan Kejakgung tersebut dapat terus berlanjut oleh para penghuninya dan bahkan di kemudian hari bisa menjadi program pembinaan dalam rutan. Saya dan teman-teman Chevron keluar dari rutan 27 Nopember 2012 karena putusan hakim praperadilan yang menyatakan bahwa penahanan kami tidak sah. Tak terpikirkan sebelumnya, ternyata sudah 63 hari di sana tapi ada hikmahnya ikut program pesantren ala rutan belajar Al-Quran dan berusaha meneladani akhlak keseharian Rosululloh Saw. Allohumma Shalli 'alaa sayyidina Muhammad wa 'alaa aalihi wa shahbihi ajma'in.

Andri Haryanto
(ndr/ahy/detik.com)
Bagi ke teman..

Komentar anda tentang "Sebuah Kisah Nyata: Ada Pesantren di Rutan Kejagung"..!

 
Ikadi Minas © 2012. All Rights Reserved. Our materials may be copied, printed and distributed, by referring to this site. Powered by Tarqiyah Group